Tafakur Alam

Hal pertama yang pasti dibayangin saat kita mau mendaki adalah 'wah seru nih,  bisa posting foto di IG', 'gua kece dong,  posting foto pas muncak sambil pkek tas carrier', 'lumyan lah ndaki bisa upload foto keren..', dan pemikiran lainnya. Termasuk pemikiran ku.  Hahaha.  And it's totally wrong.

Sebenernya,  aku ga dibolehin orang tua buat muncak. Emang dasar akunya bandel,  ya akhirnya aku nekat aja berangkat ndaki bareng sama temen-teman yang lain.  Ekspektasiku mendaki iku gampang kok.  Toh juga cuman Lawu situ yang katanya kalau lewat Cemoro Sewu gampang treknya.  Pendakian Lawu ada beberapa jalur, yang aku tau cuman Cemoro Sewu,  dan Cemoro Kandang.  Rombongan ku yang berjumlah 9 orang  memutuskan lewat Cemoro Sewu dengan alasan treknya lebih gampang. Karena iming iming gampang ini mikirku mudah aja gitu buat ndaki Lawu.

Kita berangkat Jumat malam. Menginap di tempat salah satu teman di Magetan. Sabtu pagi sekitar jm 8 kita menuju lokasi yaitu Cemoro Sewu.  Sampai di Cemoro Sewu sekitar jm 9, (aku lupa). Nah,  kita masuk bayar 15 rbu perorang.  Akhirnya kita memulai mendaki.

Yang aku bayangkan 'treknya pasti gampang nih' maklum baru pertama ndaki. In fact,  medannya nanjak banget. Ga semulus yang aku lihat di film-film.  Nafasku ngos-ngossan dan rasanya 'aduhh salah ekspektasi nih'.  Karena emang beda banget ekspektasi sama the real fact.

Nyatanya,  aku jadi manusia terlemah dalam rombongan pendakian Lawu ini.  Honestly,  malah ngerepotin. Gimana enggak? Dengan trek yang nanjak gitu, aku pasti ngos-ngossan dan sedikit-sedikit berhenti.  Setiap naik satu tanjakan aku berhenti.  Naik satu tanjakan aku berhenti.  Hadeuu susah memang.  Aku berhenti pling sekitar 2 menit atau cman semenit, lalu lanjut jalan lagi.

Yah,  maklum ekspektasi tidak sesuai realita. Nah pas udah sampek di pos bayangan, kita rehat sejenak.  Aku mikirnya udah sampai pos 1, ternyata pas jalan lagi dan kita berhenti, kita baru nyampek di pos 1. GOD!!,  aku dibohongi sama temen-temen.  Kita sampai di pos 1 belum dhuhur paling jam setengah 11. Ga lama kita berhenti di pos 1 kita lanjut pos 2. Medan makin nanjak dan penuh bebatuan,  aku semakin ngos-ngosan.

Sampai di pos 2 pas dhuhur jam 12 mungkin.  Kita akhirnya berhenti disitu dan shalat.  Oya,  ada warung juga dan kita membeli beberapa makanan. Selepasnya kita lanjut naik ke pos 3. Jarak antara pos 2 ke pos 3 ini jauh bener. Asli.  Medannya nanjak banget. Beberapa teman malah bilang "Wah kayaknya Ana bakal balik pulang nih ga sampek puncak", aku cuma meringis dan membalas dengan senyum kecut. Walaupun sempat juga aku berpikiran, "ah apa aku turun aja ya, terus pulang" tapi, harga diri mengatakan "Ah Na payah banget, masak cuman sampek segini?". Beberapa pendaki yang turut mendaki hari itu sering juga melontarkan kata-kata penyemangat atau penghibur saat akan menyalip rombongan kami. "Semangat". Akhirnya aku tetep naik dengan sedikit usaha yang menurutku 'maksa'. "Aku tipe kurang gerak, jadinya cepat lelah" kesimpulan sementara.

Aku ditemani 3 teman yang seangkatan pramuka pas MAN buat naik bareng.  Seperti yang sudah sudah, aku berada di barisan akhir.  Sampai di pos 3 sekitar jm setengah 3. Kabut tipis menyambut saat kami melanjutkan perjalanan ke pos 4. Di pos 4 pemandangan bener-bener indah.  Pengen ambil beberapa foto,tapi ketika aku baru nyampek, rombongan ku udah mau lanjut ke pos 5. Akhirnya aku ambil foto sekedarnya.  Efek lelah mungkin,  jadi aku tidak banyak ambil foto dan ga minat.  Aku yang lelah sudah tertenangkan dengan melihat pemandangan awan sore di pos 4. The last, adalah pos 5. Jalan makin nanjak, dan jaraknya ga jauh-jauh amat. Tpi justru aku banyak rehat, mungkin karena sebel liat aku yang lemah,  salah satu kawan menggandengku dan menyeretku agar aku cepat jalan.  Hahaha.  Sedih sebenernya.  Ini sifat asliku muncul,  manja dan ga suka dipaksa.  Aku susah payah untuk naik dan berhenti berkali-kali.  Hingga akhirnya kita break untuk shalat ashar. Sementara aku masih termenung melihat indahnya awan sore ditemani kabut yang menutupi gunung sore itu. Aku sudah ndak berminat foto rasanya. Kamera handphone ku seperti tak menjangkau mengabadikan keindahan semesta kala itu.  Pos terakhir adalah pos 5. Sampai di lokasi pas adzan maghrib. Dari bawah gunung aku bisa mendengar sayup sayup adzan terdengar berkumandang. Kabut pun turun menemani malam kala itu.

Tenda di bangun,  dan makanan dimasak.  Karena mungkin sudah lelah,  aku tidak terlalu berminat untuk sekedar melihat lihat sekitar dan tujuan terakhir adalah mengistirahatkan raga sejenak. Pukul 6 pagi. Menyambut matahari pagi ditemani kabut. Aku bisa melihat matahari yang malu malu muncul diantara himpitan kabut tebal.  Memang kabut tidak bisa berkompromi,  ia tak kunjung pergi sejak semalam.  Seakan cemburu jika pendaki hanya melihat indahnya matahari dan membenci kabut. Perjalanan tak henti disitu.  Kami harus menuju puncak. Perjalanan yang sebenarnya cuman butuh 15 menit menjadi dua jam karena aku yang cukup kelelahan.  Badan rasanya kurang fit.  Karena lemah fisik mungkin.  Jm 8 pagi,  aku sampai puncak. Perjalanan menuju puncak memang ga mudah. medannya berdebu, dan berbatu yang berpeluang untuk kepleset. 

Angin yang menderu menyambutku. Hawa dingin langsung menusuk kulit. Kurapatkan jaketku dan aku melihat sekitar. Benar kata Bung Fiersa "jangan melulu soal upload foto di sosmed, memamerkan ketangkasan kita yang telah mendaki, letakkan handphonemu dan pekalah terhadap sekitar". Aku menikmati pemandangan kota yang terlihat kecil bagai setitik debu. Tak ada baiknya manusia sombong jika melihat betapa kecilnya mereka di hadapan Sang Kuasa. 

Dipikiranku awan ini menjelma bagai kapas empuk. Mataku menikmati indahnya pemandangan gunung lain dari 3265 Mdpl. Ya, aku diatas awan. Daratan terhempas luas dari atas awan sini. Hijau, biru, putih, kuningnya savana terlihat semua. Aku haru saat melihat kuasa Tuhan. Namun, aku diam tak ingin terlihat cengeng dihadapan temanku. Gengsiku terlalu tinggi. Rasa syukur menyelinap di ulu hati karena mereka telah mengajakku kemari. Ke atas awan ini dan menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Mungkin benar nama grup untuk para pendaki yang dibuat oleh salah seorang teman "Tafakur Alam" atau perenungan alam.

Kita menjelajah alam adalah sebuah perenungan. Perenungan betapa kecilnya manusia. Perenungan betapa agungnya semesta yang diciptaka-Nya. Maha baik Tuhan. Perenungan bahwa tak ada yang sia-sia jika berusaha. Perenungan tentang tak mudah untuk mencapai puncak. Perenungan tentang semua mimpi, cita-cita akan terwujud asalkan tetap istiqomah dalam menggapainya. Perenungan tentang sebuah persahabatan, pengertian, bersabar, berjalan beriringan. Perenungan untuk tidak menjadi manusia yang sombong dan egois, dan bentuk perenungan-perenungan lain. Niat untuk sekedar berfoto tersingkirkan saat semesta berhasil merenggut perhatianku. 

Matahari semakin meninggi, sementara angin tak henti berhembus. Berat ketika aku harus menyudahi melihat agungnya semesta. Tapi, marilah kembali ke kaca realitas bahwa aku harus turun dan kembali. Menjalani kehidupan yang sudah kutentukan. Mengejar apa yang harusnya kukejar, mengambil hikmah dari sebuah pendakian, dan menjadi pribadi yang lebih baik di masa datang. Aku memanggil teman ku yang asyik berselfi dan mengajaknya turun. Pulang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Tahu Bahasa Jawa, Tidak Berarti Bukan Jawa

Kualitas Jempolan, Yuk Simak Keunggulan Iphone 6 Yang Wajib Kamu Tahu

Tulisan Untuk Pacarku