Cukup Adil

            Malang. Hari ini hujan. Rintik-rintik bersama aku yang kelabu. Kudongakkan wajahku. Meanantang hujan yang jatuh. Bulir-bulir air jatuh di atas mukaku.ini bukan pertama kali hujan, ini sudah bulan hujan. Aku tidak terlalu suka hujan. Meski sebuah anugerah. Segera aku berlari ke tempat yang teduh. Kurapatkan diriku dibawah bangunan reyot milik penjual di pinggir jalan. Baru saja aku menaruh motorku di bengkel dan aku berencana mampir ke kos teman tak jauh dari bengkel sambil menunggu.  

            Awalnya aku hanya beriri di warung reyot itu. Merasa tak enak, akupun duduk sambil memesan teh hangat. Pesananku datang. Kutatap ibuk itu mengucap terima kasih. Kuseruput the hangat ini. Rasa panas langsung melewati tenggotokanku. Aku terdiam. Lantas, akumengingat sesuatu. Kuambil handphone ku di tas dan ku buka ruang chat. Ku cari nama “Mia”. Aha! Dapat. Kumainkan jariku diatas benda penggengam duni itu “Assalamualaikum bu, maaf saya tidk bisa ngelesin hari ini. Soalnya sekarang motor saya tiba-tiba bocor, dan sekarang hujan” tekan tombol send.
            Kuhela nafasku. Hari ini buruk. Buruk sekali. Tidak ada yang berjalan sesuai rencana. Ku lihat samping kiriku. Seorang bapak tengah duduk sambal melamun. Entah apa yang difikirkanya. Ia terlihat lemas seperti tidak bersemangat. Tiba-tiba handphoneku bergetar. “Waalikum salam, iya mbak ndak papa”, balas bu Mia.
            Ibu pemilik warung itu mendekati bapak disamping kiriku. “Lapo to No, kok ngelamun ae? (kenapa No, kok melamun aja? katanya. Yang bersangkutan pun menoleh “Ora popo, iki lho kok udan ae nelongso aku ki (tidak papa, ini lho setiap hari kok ujan terus, pedih hati saya)” jawabnya. “Lah kenopo kok nelongso? wong udan ki berkah (Lah kenapa kok sedih?kan hujan itu berkah)” sahut ibu pemilik warung.
            Bapak itu terdiam. Aku hanya diam sambil menatap teh panas dalam gelasku dan memegang gelasnya dengan kedua tanganku. Sementara hujan semakin deras, sementara telingaku masih mendengarkan perbincangan mereka. 
            Seret par, seret nek musim udan ki(seret par, kalau musim hujan itu)”, komentarnya. Ibu pemilik warung seolah paham. Ia hanya mengangguk mengerti maksud bapak tadi. Aku masih memandang gelasku, lau kuseruput teh hangat ku.
            Anakku wayah e bayar spp ulan iki, tapi kok udan terus. Bingung aku ngeneki Par. Duit ko pijet yo ra sepiro. (anakku waktunya bayar spp bulan ini, tapi kok hujan terus menerus? Bingung au Par, duit dari upah pijet juga ga seberapa)”, curhatnya. Ibu warung tadi hanya diam. Menatap kosong bapak tadi. Ia tak berkomentar apapun. Seperti ia merasakan apa yang bapak tadi rasakan. Ia mengikuti suasana diam tak berkomentar apapun.
Kabeh enek hikamhe No. jok sembarang kalir e disalahno. Diluk engkas ndang musim kemarau. Iwak asen mu ndang garin kabeh terus payu. Dungo marang Pengeran ben diwehi rejeki seng kathah lan barokah. (Semua itu ada hikmahnya No, jangan semua disalahkan. Sebentar lagi musim kemarau. Ikan asin mu biar kering semua lalu laku dijual. Doa ke Allah biar dikasi rejeki yang banyak dan berkah)” sambut ibu warung. Ia pun lalu beranjak dari tempat duduknya meninggalkan bapak yang diam. Ia masih sama menatap seberang dengan kosong. Bapak itu seperti membenci hujan. Lalu, ia menghela nafas. Menyeruput kopinya.
            Hujan sudah mulai reda. Aku lantas pamit ke ibu warung dan membayar minumanku. Aku berjalan menuju bengkel. Sepajang jalan menuju bengkel, aku berfikir tentang percakapan tadi. Tak semua orang menyukai hujan. Ternyata, ada juga yang membenci hujan. Mereka malah sedih ketika musim hujna. Berbeda dengan manusia bumi yang sangat girang melihat hujan turun. Bahkan ada juga yang menamai mereka humanrain. Aku tidak faham dengan pikiran mereka penggila hujan. Bagiku, hujan itu berkah. Namun, seringnya penghambat. Karena hujan, hari ini aku tidak bisa ngelesin, datang perkuliahan telat lalu diusir dari kelas. Selain itu, kalua pulang dari les selalu banjir. Kadang juga ada manfaatnya. Bayangkan kalua tidak hujan. Perusahaan air akan dapat air dari mana?
            Kesimpulanku, semua itu ada baik dan buruknya. Meskipun ada manusia yang tidak suka namun ada juga manusia yang merasa bisa mengambil manfaatnya. Pasti aka nada saatnya manusia merasakan manfaatnya. Meskipun itu secara berkala. Cobalah memahami sesuatu dengan pandangan yang berbeda. Ah..bukankah hidup ini sudah cukup adil?
            
#30DWC #30DWCJilid16 #Day9

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Tahu Bahasa Jawa, Tidak Berarti Bukan Jawa

Kualitas Jempolan, Yuk Simak Keunggulan Iphone 6 Yang Wajib Kamu Tahu

Tulisan Untuk Pacarku