How Deep You Feel




Pernah tidak kamu merasa dicintai satu orang paling berharga dalam hidupmu yang notabene bukan keluargamu? Aku pernah. Sekarang aku merasakanya. Mungkin aku akan tetap merasakanya. 

Aku bukan seorang pengalaman tentang percintaan, asmara, atau masalah spikan. Aku hanya membutuhkan satu orang yang hadir dalam hidupku. Mencintaiku dan menemaniku suka duka senang susah. Dan ya, aku merasa sudah menemukanya. 

Malam itu, aku sudah tahu rasanya dicintai oleh seorang yang juga aku cintai. Aku tau tulisan ini alay atau apalah. Ini tulisan perasaan seorang yang dicintai dengan dalam dan mencintai dengan dalam pula. Aku berfikir aku terlalu bergantung kepadanya, atau aku terlalu menyayanginya tanpa aku tahu sedalam apa ia mencintaiku. 

Sekarang aku sudah tahu jawabanya. Aku pernah membuatnya menangis malam itu. Sebenarnya tanpa sengaja. Aku sungguh tidak berpikir bahwa ia akan menangis karena mencariku. Aku bukan seseorang drama queen yang selalu meributkan segala sesuatunya. Perkara dia tidak menjemputku, aku bisa berkendara sendiri. Perkara tidak jadi jalan aku tidak memaksa untuk bisa, perkara ia selalu offline karena kerjaanya aku tidak pernah merengek untuk dibalas. Namun, hari itu berbeda. Aku ingin diperhatikan. Aku masih perempuan. 

Awalnya, aku merasa aku alay karena aku marah tidak mendapat perhatian. Aku selalu menunggu kabar darinya seharian dan sedihnya ia memberiku kabar ketika maghrib datang. Setelah itu, ia akan sibuk dengan game, projekan, atau kodingan. Kegiatan berbalas pesan hanya berselang dua jam. Selebihnya, kami telfonan sekitar satu jam. Malam berlalu hingga hal tersebut berulang lagi, Aku menunggu dia pulang kerja, kami berbalas pesan sekitar dua jam dan telfonan satu jam lalu tidur hingga hari berganti. 

Lama-lama aku jengah. Aku selalu protes. Dia hanya mengiyakan dan mengulanginya esok hari. Aku berfikir aku sangat alay karena selalu sedih ketika menunggu. Ternyata justru menurut temanku aku terlalu datar. Wajarnya aku akan marah ketika ia tidak membalas chatku seharian. Wajarnya aku marah ketika janji jalan batal secara mendadak. Namun, marah kepadanya tidak kulakukan. Hanya omongan “mbok ya dibalas pesanku”.
 
Aku tidak tahu jika aku ternyata termasuk orang yang sabar dalam hal menunggu. Memang keahlianku bukan untuk selalu menunggu? Lalu, aku melakukan gebrakan untuk tidak membalas pesanya. Aku diamkan dia sehari semalam. 

Aku tidak mengabarinya dan tidak membalas pesanya. Semua pesanya yang masuk di sosial mediaku aku biarkan. Aku tidak menggubrisnya. Aku tidak membalasnya. Aku sudah tidak tahu bagaimana menegurnya. Ya mungkin ini cara yang tepat, pikirku. Aku akan mendiamkanya tiga hari dua malam, niat awalku. Namun ternyata menahan untuk tidak membalas pesan dari pasangan jauh lebih menyedihkan. Aku hampir mati dan selalu galau ketika ia berkirim pesan. Dua malam aku menangis karena aku menahan untuk tidak membalasnya. 

Sakit tentu saja, tapi mau bagimana lagi? Aku bermain sosial media twitter. Hanya sosial media ini yang tidak dipegang oleh pasanganku. Malam kedua itu adalah puncaknya. Satu malam satu hari aku menahan untuk tidak membalas pesanya. Ia mengirim pesan lewat twitter setelah datang ke kontrakanku dan tidak menemukanku. Aku berpesan ke teman kontrakan agar mengatakan bahwa aku tidak di kontrakan padahal aku bersembunyi di kamar. Ia juga mencariku lewat temanku. Ia tampak frustasi dan marah kata teman kontrakanku. 

Namun pertahananku jatuh, aku terlalu menyayanginya. Hingga aku temui ia di kontrakan dan kita menyelesaikan masalah malam itu. Aku melihat wajahnya merah dan sembam. Ia mengajakku makan soto. Aku tau ia mengusap air mata yang jatuh saat mengendarai motor. Aku tidak tahu bahwa imbasnya akan membuat ia menangis. Hal lain yang aku tau ialah ia belum makan seharian karena berpikir macam-macam terhadapku. Lalu, kita makan dan aku menghabiskan sotoku dengan air mata yang kubendung agar tidak jatuh. 

Kami duduk di pinggir jalan kota. Jalan ini ramai tempat duduk untuk sekedar istirahat atau sekedar nongkrong. Aku menangis, begitupun dia. Aku jelaskan perasaanku selama ini. Aku katakana apa yang aku harapkan darinya. Hanya kabar. Aku ingin dianggap sebagai pacar siang atau malam. Bukan siang ia berpacaran dengan komputer dan malam berpacaran denganku. 

Aku ingat malam itu hanya ada satu bintang. Ia sendirian tanpa ada bintang lain atau bulan. Awan tidak mendung, sangat cerah. Sayangnya, hatiku sedang teriris malam itu. Sekali, hanya sekali ini aku merasa benar-benar dicintai. Ia menangis lantaran ia bingung dengan sikapku. Aku tak pernah seperti ini. aku selalu membalas pesanya dan selalu pengertian ketika ia sibuk kerja ataupun kuliah. Hingga aku tahu bahwa ia takut jika aku memutuskan untuk pergi. Pertama kali, aku melihat air matanya jatuh di pipi. Aku tak kuasa untuk membendung air mataku, aku menangis karenanya. Bukan karena perasaan sedih, tapi perasaan aku benar-benar berharga bagi satu manusia ini. Aku benar-benar merasa dicintai.

Meskipun anggap saja ini adalah prank agar ia tersadar jika aku masih ada disampingnya. Tapi, malam itu aku bahagia bersama luka. Aku adalah perempuan yang berarti di hidupnya. Aku sedih untuk bahagia. Aku katakan kepadanya ia harus selalu menceritakan semua yang ia alami agar aku tahu porsi sebagai pasangan. Aku tegaskan pula, aku adalah pasanganmu sekarang dan mungkin empat puluh tahun yang akan datang. Ceritakan padaku apapun masalahmu karena kita sedang berada di kapal yang sama. 

Malam berlalu dan kami bisa tertawa lagi. Kami menertawakan kebodohan kami menangis. Kami sadar bahwa kami sebetulnya adalah manusia cengeng namun berusaha kuat. Ternyata aku masih saja payah dengan perasaan. Aku menuliskan tulisan ini bersama senyum dan air mata. Aku benar-benar cengeng.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Tahu Bahasa Jawa, Tidak Berarti Bukan Jawa

Kualitas Jempolan, Yuk Simak Keunggulan Iphone 6 Yang Wajib Kamu Tahu

Tulisan Untuk Pacarku