Pelajaran Dasar
Kalian pernah dimanja? Aku rasa semua anak pasti pernah dimanja sama orang tuanya masing-masing. Akupun begitu. tapi, setiap orang tua memanjakan anak mereka dengan cara yang berbeda. Aku contohnya. aku selama ini merasa aku manja dengan orang tuaku. Aku tidak mau menyuci piringku sendiri. Aku mencuci bajuku saat aku masih smp. Itupun aku jarang menyuci sendiri. Hanya sesekali. Apalagi aku mencuci pakaianku sendiri karena aku sudah menstruasi yang malu jika seragam yang terkena darah dicucikan ibuk. Semenjak itu aku lebih sering mencuci pakaian ku sendiri.
Di rumah pun aku sering tidur dengan kedua orangtuaku. Sebelum aku punya kamar sendiri tentunya. Aku tidak pernah ikut membantu ibuk masak. Aku suka bermain. Aku penakut. Takut manjat pohon, takut menenggelamkan kepala dalam air, takut gelap, dan aku tidak bakat untuk lari mengalahkan teman-temanku. Lalu, seorang teman berkata "eh kalau anak yang manja itu biasanya penakut". Lalu aku berpikir saat itu "Baiklah aku seorang yang manja, karena aku penakut".
Masa kecilku sama dengan anak kecil lainya. Kita selalu ingin dimanja dan dibelikan sesuatu. Akupun begitu. Namun setelah aku ingat bapak tidak pernah langsung menuruti permintaan ku. Aku pernah meminta untuk dibelikan tas ransel. Bapakku tidak langsung membeliknya. Beliau pasti bertanya "Tasnya udah rusak toh nduk?". Padahal tasku baik-baik saja. Lalu, aku tidak jadi minta untuk dibelikan tas. Pun dengan sepatu. Aku akan dibelikan sepatu ketika sepatuku sudah tidak layak untuk dipakai. Sekalipun aku tidak pernah dibelikan barang-barang seperti itu, seperti tas, sepatu, baju dan lain sebagainya aku tidak merengek. Entah kenapa. Aku cukup menyesalinya sekarang "harusnya aku merengek". Tapi, biarpun aku merengek bapak tidak menuruti.
Kesadaran untuk tidak meminta lebih dan lebih itulah yang tidak aku ulangi. Selama sekolah, aku hanya mempunyai satu tas, dan satu sepatu. Jika sudah rusak aku minta yang baru. Jika belum dan masih layak digunakan. Terpaksa aku akan menggunakan satu-satunya tasku. Tidak hanya aku yang mengalami hal ini. Teman-teman ku pun begitu. Sehingga, aku tidak jatuh mental untuk menerima apa yang aku punya.
Setelah aku dewasa, aku baru saja sadar. Selama ini aku tidak dimanja. Temanku mengatakan bahwa ia selalu dibelikan apa yang diminta. Anak didikku akan menangis jika kemauanya tidak dituruti. Pasanganku sendiri, hingga kuliah hari ini masih dimanja. Jika pulang, dimasakan makanan kesukaanya, dicucikan bajunya, tidak pernah disuruh untuk membantu di sawah, selalu dikasih jika meminta jatah bulanan. Sahabat karibku juga mengatakan benar jika orang tuanya tidak akan dituruti apa yang ia pengen, tapi ia akan selalu merengek dan meminta hingga akhirnya dikabulkan.
Hingga dewasa ini, aku merasa bersyukur karena aku tidak dimanja soal materi. Aku tidak menuntut untuk diberikan uang saku berapa, aku tdak merengek untuk dibelikan barang. Walhasil aku selalu menabung jika ingin membeli barang. Sepatu pertama yang bisa aku beli sendiri seharga Rp.44.000.- sementara uangku Rp.50.000.-
Uang yang kupunya ini pemberian dari tempat aku mengajar TPA lalu aku belikan sepatu. Aku dulu menabung hampir satu tahun untuk membeli android. Lalu, aku berhasil mendapat tabungan Rp.1.500.000.- saat itu juga aku harus berpikir untuk menyisihkan uangku untuk ke Malang karena aku ketrima di UIN Malang. Lalu, aku mencoba meminta uang Rp.500.000.- ke Bapak sebagai tambahan dana. Sudah jelas jawabanya "tidak". Patah hati paling serius saat itu. Untungya tak lama uang beasiswaku cair Rp.500.000.-
Aku ke Malang dengan uang Rp.200.000.- dan sisanya aku belikan barang-barang yang kira-kira aku butuhkan. Seperti rok, celana, hem, dan jam tangan. Saat kuliah pun, uang sakuku termasuk pas-pasan. aku tidak pernah diberi uang lebih dari satu juta. Bahkan lebih dari atau sama dengan Rp.900.000 pun tidak. Hanya sekali aku diberi uang 2 jt oleh Bapak. Hasil jual motor, dan diberikan kepada anaknya untuk bekal ke Malang.
Aku sadar, orang tuaku tidak pernah memanjakanku. Sayangnya aku baru sadar ketika aku mendengar cerita orang lain. Ternyata aku dididik untuk mandiri. Untuk menabung, untuk bekerja, dan untuk pintar. Bapak tidak pernah memberiku uang banyak. Tidak pernah menemaniku belajar, tapi selalu marah jika aku tidak belajar. Marahnya hanya tanya "Gak belajar toh nduk?". Tidak pernah mengabulkan apa yang anaknya minta. Termasuk motor, dan laptop. Bapak memberinya tanpa aku meminta. Tapi, bapak selalu mendidiku untuk "bersyukur". Pelajaran satu-satunya yang selalu aku ingat, selalu tertanam, dan selalu terngiang.
Walhasil aku menjadi manusia yang "nriman". Aku tidak pernah menuntut Tuhan untuk menjadikanku siapa. Tapi aku tetap memiliki impian ingin menjadi seperti apa. Entah nanti Tuhan akan mengabulkan atau tidak. Yang jelas aku sekarang sedang berjalan menuju impian. Siapa yang tau nanti didepan persimpangan ada apa. Toh, sudah dua mimpiku yang tidak terkabul.
Mungkin, orang tua punya cara masing-masing untuk mendidik anak-anaknya. Aku bersyukur karena mempunyai bapak yang tidak memanjakanku. Kebiasaan untuk menabung, bekerja, dan selalu pintar agar mendapat bantuan negara adalah hal baik. Pelajaran yang selalu aku syukuri.
Komentar
Posting Komentar